Judul
: Madre
Penulis
: Dee
Penerbit
: Bentang Pustaka
Tahun
: 2011
Halaman : 162 hlm
Genre
: Fiksi, Kumpulan Cerita
“Apa rasanya sejarah hidup kita
berubah dalam sehari?
Darah saya mendadak seperempat
Tionghoa,
nenek saya ternyata tukang roti,
dan dia
bersama kakek yang tidak saya
kenal.
Mewariskan anggota keluarga yang
tidak pernah saya tahu: Madre.”
Tansen
Wuisan, ditinggali secarik alamat dan sebuah kunci oleh seseorang yang tidak ia
kenal sama sekali.
Secarik
alamat itu membawanya ke sebuah toko tua di kawasan jakarta tua. Di sana ia bertemu
dengan Hadi. Lelaki cina itu menjelaskan
pada Tansen tentang Tan Sin Gie dan Tan de Bakker, toko kue yang lima tahun ini
sudah tidak beroperasi. Dalam penjelasan Pak Hadi, Tansen mendengar sebuah nama,
‘Madre’. Jelas saja Tansen kebingungan mendengar omongan Pak Hadi, tapi setelah
diajak ke dapur dan membuka sebuah lemari es tua. Tansen dihadapkan dengan
warisan yang menjadi haknya, sebuah ‘adonan’. Iya, Adonan. Bukan seorang wanita
atau bidadari. Hanya, Adonan.
Tentu
Pak Hadi ragu, seorang pemuda dengan dandanan tidak jelas (rambut gimbal, jins
sobek-sobek, berkulit gelap) dan tidak punya pengalaman di dapur. Tansen
sendiri juga tidak mengerti dengan situasinya, dia jauh-jauh datang ke jakarta
dan sekarang harus berurusan dengan sebuah adonan. Terlebih dia tidak mengenal
siapa itu ‘Tan Sin Gie’.
Niatnya
untuk segera meninggalkan toko roti itu dicegah Pak Hadi. Dia melanjutkan
penjelasannya tentang silsilah keluarga Tansen. Tan Sin Gie adalah kakek
Tansen. Dia bertemu dengan Lakshmi ketika bekerja di sebuah toko roti, karena
merasa roti yang dibuat Lakshmi berbeda. Tan Sin Gie mengajak Lakshmi mendirikan
toko roti sendiri. Dari hubungan persahabatan, mereka akhirnya menikah. Meski itu
berarti keduanya harus di usir oleh keluarga masing-masing.
Keesokannya,
Pak Hadi membuat roti dengan bahan ‘Madre’. Madre itu sendiri adalah adonan
biang yang diciptakan nenek Tansen. Hasil perkawinan antara air, tepung, dan
fungi bernama Sacchoramyses exiguus. Semua roti yang ada di Tan de bekker
menggunakan ‘madre’ sebagai adonan biang.
Ketika
menunggu roti mengembang, Tansen memutuskan pergi ke warnet. Dua tahunan ini
Tansen mempunyai rutinitas mengisi blog. Menceritakan tentang kehidupannya. Dan
dari blog itu, seorang gadis keturunan cina
bernama Mei, tertarik, sangat tertarik malah dengan cerita Tansen
tentang madre. Tan pun memberitahukan alamat Tan de Bakker pada Mei.
Setelah
mencicipi roti itu, Mei langsung menawarkan kerja sama. Well, dia adalah anak
pemilik toko roti terbesar di Bogor. Bahkan dia ingin membeli Madre. Tentu Pak
Hadi tidak setuju. Madre ndak dijual, Itu katanya.
Tansen
pun tergiur dengan tawaran seratus juta untuk sebuah adonan biang. Setelah berdebat
dengan Pak Hadi. Tan tetap bersikukuh menjual Madre, karena dia tidak tertarik
dengan bisnis dan membuat roti.
Pak
Hadi sadar kalau ia tidak punya hak melarang Tansen menjual Madre. Maka keesokan
harinya, dia dan keempat temannya mengadakan pesta perpisahan untuk madre. Lima
manula itu pagi-pagi sudah ada di dapur, mengobrol ditemani alunan musik
keroncong.
Mendengar cerita tentang Tan de Bakker
beserta pegawainya, Madre dan kakek neneknya. Tansen membatalkan niatnya
menjual Madre dan diganti dengan kerjasama antara Mei dan Tan de Bakker. Toko roti
itu kembali beroperasi.
Tapi lama kelamaan, Tansen mengkhawatirkan
keadaan para pegawai Tan de Bakker. Mereka rata-rata sudah 70-an. Lama kelamaan
mereka akan kollaps. Setelah berdiskusi dengan Mei. Tansen memutuskan untuk
menerima tawaran Mei, menjual Tan de Bakker pada Fairy Bread dan para pegawai
manula itu tetap bisa bekerja dengan jam kerja yang masuk akal. Nama Tan de
Bakker pun berubah menjadi Tansen de Bakker.
Mei merombak tampilan toko dengan
mempertahankan suasana kuno-nya. Para artisan Tansen de Bakker bekerja dari jam
tujuh pagi sampai setengah lima. Shift malam dilanjutkan staff lainnya. Di sana
mereka tidak hanya menjual roti, tapi juga sup kaldu biang Pak Hadi yang
fantastis.
Tansen kini menetap di Jakarta. Pertemuannya
dengan biang bernama ‘Madre’ membuatnya mendapat sebuah keluarga. Keluarga itu
bernama, ‘Tansen de Bakker’.
---
Buku kumpulan cerita ini, tidak
hanya berisi ‘Madre’. Ada 12 karya fiksi dan prosa lainnya. Rimba Amniotik. Perempuan dan Rahasia.
Ingatan tentang Kalian. Have You Ever? Semangkok Acar untuk Cinta dan Tuhan.
Wajah Telaga. Tanyaku Pada Bambu. 33. Guruji. Percakapan di Sebuah Jembatan.
Menunggu Layang-layang. Barangkali Cinta.
Postingan saya kali ini khusus
membahas Madre. Saya melihat seorang Tansen yang hidup bebas. Tidak terikat
pada suatu tempat. Tapi tiba-tiba saja dia harus berurusan dengan orang-orang
yang mengenal dirinya dan lebih baik dari dirinya sendiri. Dan Pak hadi, Bu
Corry, Bu dedeh, Bu Sum, Pak Joko, dan Mei. Berhasil membuatnya memutuskan
untuk menetap di satu tempat tentu saja bersama Madre. Adonan biang warisan
kakek-neneknya yang kini menghubungkannya dengan keluarganya yang sebenarnya.
“Saya rindu pantai. Tapi pantai
tidak perlu jadi rumah saya. Rumah adalah tempat di mana saya dibutuhkan.” –
Madre, Dee (2011)
P.S.
Setahu saya Madre sudah diadaptasi ke layar lebar. Maybe, next time saya akan
coba nonton. Semoga bayangan di kepala saya tidak terlalu meleset. J
Sincerely,
Dewi Wulandari (:
0 komentar :
Posting Komentar