Bonjour (masih kebawa Betsy) everyone.
Hehehehe, Nechan sedang bergembira, nih. Meskipun banyak beban hidup yang harus dipikul (ceile bahasanya, beban hidup). Tapi, Nechan mengawali postingan ini dengan tawa nggak jelas. Oh, ya, Kelas Nechan sedang dilanda keterbelakangan (hahaha, bukannya dari dulu udah mengalami keterbelakangan???). Keterbelakangan apa?? Lampu kelas kita mati semua (pada belum bayar listrik, nih.). jadilah kami Cuma bisa liat gigi masing-masing kalau lagi ngomong. Apalagi kami masuk siang. Emang sih, ada untungnya juga mati lampu, bisa dapet dispen pulang cepet. Hehehehe. Meskipun sebenernya masih ada kelas lain yang kosong. Kami buat alasan biar nggak pindah dari kelas tercinta kami. Juga akhir-akhir ini orang gila di kelas Nechan semakin banyak, meskipun seharusnya Nechan udah tau kalau mereka nggak ada yang beres. Juga dengan dua anggota DBSK. Tara yang tiap hari ketawa-ketawa nggak jelas sambil teriak Changminnnnn, ada juga orang gila baru Ailaa, yang katanya kemarin malam mimpi diajak Xiah Junsu jalan-jalan di Alun-alun. Parah.
Nah, Postingan ini sebenernya bukan mau bahas mati lampu kelas XI Mm1 atau orang gila yang semakin banyak di kelas Nechan. Tapi Nechan mau nglanjutin postingan Nulis novel. Alias, Try Novel ~Dreams of Tomorrow~
Nechan mau bikin pengakuan, beberapa hari ini Nechan belum nyentuh novel yang belum kelar Nechan tulis, banyak juga Ide baru. Tapi, Nechan bener-bener nggak bisa konsen nulis. Gimana bisa konsen sementara tugas bejibun?? Orang kalau nyalain computer langsung ngerjain Naskah (sekalian dengerin Wrong Number sama V.I.P). apalagi, tugas lain yang bikin kepala Nechan serasa di tusuk ratusan sumpit.
Ok, nechan nggak mau banyak ngomong lagi, di postingan kali ini Nechan mau nyritain gimana konflik bisa tercipta antara Fai Cs dan Pak Herman. Pokoknya Baca ya, baca lho, harus baca, kalau nggak baca Nechan panggilin U-Know Yunho, biar kalian Di klitikin. Hehehehe. Ok,
Douzo……
***
Satu tahun lalu, ketika Masa Orientasi Siswa. Ada seorang anak cowok dengan tampang sotoy plus dengan wajah santainya yang notabene murid baru, dia dengan sukses berhasil mengerjai seorang guru yang mendapat predikat Guru Killer di SMU Florence.
Kejadian itu berawal ketika jam istirahat untuk murid baru atau peserta orientasi, Fai, Ivan, Eza dan Raka yang lagi duduk santai di dekat ruang siaran, sedang ngobrol tentang kegiatan tadi,
“Sialan, tuh senior” umpat Fai mengingat kekejaman senior-senior, khususnya pada Fai.
“Hahahahahaha, tampang lo sotoy sih, bikin mereka naik darah” Kata Ivan sambil tertawa mengingat Fai yang dikerjai habis-habisan oleh senior.
“Bener lo, van” Eza memberi persetujuan pada perkataan Ivan diikuti anggukkan Raka,
“Tampang lo bikin muntah” Seru Fai sambil melempar bekas bungkus makanan ringan ditangannya.
“Dia sewot” Kata Ivan kemudian diiringi tawa Eza dan Raka,.
“Ngomong-ngomong, siapa sih guru cowok pake baju olahraga itu??” Tanya Fai sambil memandang ketiga temannya.
“Yang mana?? Ada dua kan?!” Eza balik bertanya,
“Itu, yang tampangnya mirip Rahwana” kata Fai memberikan penjelasan pada Eza,
Dan tanpa disadari mereka berempat, Seluruh penghuni Florence sedang mendengarkan Percakapan ngawur mereka. Yah benar, saudarah-saudarih, didekat mereka berempat ada michrophone yang sedang meyala. Saya ulangi. Menyala. Mati nggak kalian.
“Yang lo maksud tadi Pak Herman namanya, dia itu guru terkiller disini dan sekedar peringatan aja, jangan sampai lo berurusan sama dia, deh” Kata Eza menjelaskan, “Tapi, kalau liat kelakuan elo, kayaknya bakal sering ketemu”
Semua murid menahan tawa ketika mendengar kata-kata Fai dan penjelasan yang diberikan Eza. Tapi tidak untuk Pak Herman, sepertinya sudah muncul tanduk dari kepalanya beserta uap dari telinga dan hidungnya. Marah, maksudnya.
“Apa tadi lo kata?!” Ivan terkejut mendengar julukan yang diberikan Fai pada Pak Herman.
“Rahwana” jawab Fai dengan wajah tanpa dosa.
“Huahahahahahaha” jawaban itu sontak membuat Ivan, Eza dan Raka tertawaa.
“Emang salah apa?!” Tanya Fai yang merasa tidak ada yang salah
“Ya, elo. Tega banget, masak kasih julukan Rahwana. Ya nggak Za, Ka?!” Ivan meminta persetujuan dari Raka dan Eza,
“Masak kalian nggak merhatiin sih?! Wajahnya, kumisnya, badannya. Kalau ada audisi film memburu Rahwana pasti dia masuk. Gue jamin” Seru Fai berapi-api,
“Hahahahahahahaha” Mereka kemudian tertawa,
“Apa yang sedang kalian tertawakan?!” Tanya Seorang laki-laki yang sudah berdiri dibelakang Fai,
“!!!!” Ivan, Eza, dan Raka kaget setengah mati melihat penampakan yang ada di belakang Fai,
“Wuaaa, Rahwana!!!” Fai terkejut ketika melihat siapa yang berbicara tadi, reflek Fai mundur kebelakang,
“…..” Pak Herman tersenyum, senyum yang menakutkan.
“Bener kan apa yang gue bilang?!” bisik Eza dengan wajah ngeri,
“Hahahaha, siang, pak” kata Fai sambil tertawa.
Di sisi lain, murid-murid menonton kejadian ini, dari segala penjuru. Mereka penasaran apa yang akan Pak Herman lakukan pada Keempat anak-anak bandel itu.
“Siapa tadi yang membicarakan Rahwana?!!” teriak Pak Herman dengan wajah dingin,
“!!!” keempat anak itu kaget mendengar teriakan Pak Herman.
“Saya, Pak” jawab Fai dengan wajah sedikit menyesal. Bukan karena sudah menyebut Pak Herman, Rahwana. Tapi, karena kebodohan dia karena bicara terlalu keras.
“Ohh, kamu” Pak Herman mengamati Fai yang masih memakai seragam SMP, “Sebutkan Nama, kelas kalian dan Sekolah asal kalian!!!” teriak Pak Herman, dia memerintahkan Fai dan yang lain.
“Ananda Raka Putra Wardoyo, Kelas X-6, SMP Dharma Bakti” Raka memulai,
“Ivan Fahrezi, kelas X-6, SMP Dharma Bakti” Diikuti Ivan.
“Jonathan Syahreza, kelas X-7, SMP Dharma Bakti” Dilanjutkan Eza.
“Fai Kalevi, kelas X-7, SMP Dharma Bakti” terakhir Fai, dengan wajah yang sudah tenang.
“Ohh, satu komplotan ternyata” kata Pak Herman sambil manggut-manggut,
“Wah, pak. Jangan bilang komplotan, dong. kita jadi ngrasa kayak Mafia Italia aja” Fai reflek memberikan reaksi,
“Goblok, ngapain pake jawab segala” seru Ivan dalam hati,
“Hahaha, Cari masalah dia” Raka tertawa miris dalam hati,
“Dasar bocah gemblung. Golek pekoro ae” kata Eza dalam bahasa Jawa dalam hati tentunya,
“Oh, tenang. Saya tidak menyamakan kalian dengan mafia Italia, karena kalian lebih mirip preman pasar yang tidak punya kerjaan” tantang Rahwana sambil memandang rendah Fai,
“Apa….” Fai ingin sekali menjawab perkataan Pak Herman, tapi sudah keburu dibungkam Ivan dan Raka,
“Maaf, Pak. Kami bersalah” Eza menunduk, meminta maaf.
“Ya, ya. Tapi, tidak semudah itu mendapatkan maaf saya. Kalian akan saya beri hukuman apalagi mengingat teman kalian yang sangat reaktif ini. Ikuti saya” kata Pak Herman sambil menepuk pundak Fai,
“Tuh kan, gue bilang juga apa?! Belum juga ada sehari kita di sini. Lo udah bikin maslah” gerutu Eza yang mengikuti Pak Herman dari belakang,
“Iya, nih. Lo itu nggak bisa diem apa, sehari ini aja?!” Tanya Ivan,
“…..” Raka memilih diam, soalnya dia sudah terlalu shock.
“Mana gue tau kalau dia denger” Fai berusaha membela diri,
Setelah hari itu banyak senior yang menyapa mereka berempat, contohnya adalah :
“Wah, ada jagoan, nih. Hebat juga lo” kata seorang senior pada Fai,
“Hahahaha, gue denger lho. Siaran yang heboh”
“Wah, gila ya, kalian berempat. Berani nantang Pak Herman. Padahal kita-kita aja masih ngeri kalau ketemu dia”
“Apa julukannya Pak Herman?? Rahwana ya?! hahahaha”
Hampir rata-rata mengomentari kejadian itu. Membuat Fai, Ivan, Eza, dan Raka bingung.
“Kok mereka tau, ya?? Siaran??” Tanya mereka berempat,
Nah, itulah alasan kenapa mereka berempat jadi musuh abadi Rahwana a.k.a Pak Herman,
“Eh, udah bell. Kita duluan, ya. Kita tunggu di tempat Ivan” kata Eza sambil meraih Tas dan jaketnya.
“Iya, kita duluan” Diikuti Raka,
“Duluan ya, say. Selamat menjalankan hukuman” kata Ivan menggoda,
“Ahh, dasar bencong kagak laku” seru Fai pada Ivan,
“Mana mau gue ngerjain tugas yang bikin kepala jadi puyeng setengah mampus gitu, mending kabur aja” gumam Fai pada dirinya sendiri,
“Waaa” seru Fai ketika membalikkan badan dan ada orang di depannya.
“Apa sih lo?! Bisa nggak jangan berdiri dibelakang orang dengan muka kayak jalan tol gitu?!” protes Fai ketika mendapati Radu sudah berdiri di belakangnya dengan tampang datar bin rata.
“Kamu mau kabur??” Tanya Radu,
“Kalau iya?! Apa masalahnya??” Fai bertanya balik
“Kalau iya, berarti kamu harus membatalkannya” kata Radu datar,
“Ha?” Fai tidak mengerti apa yang dikatakan Radu, “Apa sih maksud lo?!”
“Tadi saya mendapat perintah buat ngawasin kamu biar nggak kabur” Radu akhirnya menjelaskan apa urusannya dengan rencana kaburnya Fai,
“Wah, itu, sih, terserah elo” kata Fai santai sambil melanjutkan langkahnya,
“Cemen” kata Radu dengan nada setinggi dua oktaf, membuat Fai berhenti seketika dan berbalik dengan tatapan tidak terima.
“Tadi lo bilang apa??” Tanya Fai,
“Saya bilang kalau kamu itu cemen” jawab Radu tanpa merasa kalau perkataanya bisa menimbulkan perang,
“Berani banget lo!!” seru Fai dengan tampang penuh amarah,
“Apa saya salah bicara?! Kamu melarikan diri dari hukuman yang seharusnya menjadi tanggung jawab kamu. Bukankah dengan kata lain kamu itu Cemen” Radu berbicara panjang lebar,
“Gue nggak cemen” kata Fai,
“Gitu??”
“…..” Fai hanya diam dan berjalan kearah kelasnya bukannya kearah gerbang sekolah,
TO BE CONTINUED…..