Minggu, 20 April 2014

Ini rindu kami, Tuan

Kami adalah puanmu tuan, yang menunggumu kembali sembari berbalas kata…

@rifens_tree : Kita adalah rindu yang sebenarnya tak pernah dirindukan olehnya

@dewisakuragi : Tapi rindu pun minta ditagih..

@rifens_tree : Ia datang diam dalam hati meminta pertanggung jawaban…

@dewisakuragi : Sementara dia lupa sempat singgah di sini, menebar benih rindu dan harap.

@rifens_tree : Dia dengan beraninya menyemai rindu dan kemudian ia pergi meninggakan rindu itu tumbuh menjalar dan tak pernah layu

@dewisakuragi : Kini aku lelah menanggung rindu ini. Karena, dia tak pernah berbalik kearahku untuk menyesap rindu ini bersamaku.

@rifens_tree : Jangankan menyesap, melihat saja ia tak ingin. Akar serabut rindu itu menjalar memeluk jantungku

@dewisakuragi : Pelan, aku mencoba memangkas serabut-serabut rindu itu. Meski sakit yang kurasa seperti dirajam belati.

@rifens_tree : Semakin kupangkas semakin akar itu tumbuh dengan cepat, batang rindu mulai melesak tenggorokanku hingga aku sulit bernafas

@dewisakuragi : Namanya kusebut disela-sela nafasku. Harap itu ternyata tak pernah punah. Rindu itu tetap
tumbuh subur seperti rumput liar.


@rifens_tree : Pada harapku kusebut dewa ataupun dewi matahari sudilah kiranya mereka menyinari rindu itu hingga ia meranggas dan mati.

Entahlah tuan, kau kembali atau tidak. Kami disini dipasung rindu.

“Shoot for the moon and if you miss you will still be among the stars” — Les Brown

Minggu, 13 April 2014

Pair of happiness






                   Tak ada yang berubah. Wanita ini, tetap wanita yang sama seperti lima tahun lalu. Tempat ini juga. Di sana, di meja dekat jendela kaca yang menyajikan pemandangan pantai indah itu Fay sering menghabiskan jam makan siangnya, berlama-lama menikmati birunya laut dan langit. Terkadang ia lupa kalau harus kembali bekerja, hasilnya dia diomeli atasan.
            Dan saat itu, ah entah kapan ‘saat itu’ ia sudah lupa. Pria itu hadir, menggeser indahnya warna biru laut, indahnya pasir pantai dan nikmatnya menu makan siangnya. Saat ia menyadari ada yang memperhatikan gerak-geriknya, Fay mencarinya. Pria itu mengangkat gelas orange juice yang sudah tandas setengahnya. Fay pun reflek mengangkat gelas berisi air mineral miliknya dan membalas senyum pria itu.
            Jarak mereka pangkas. Sedikit demi sedikit, hingga kini mereka berhadapan. Di meja favorit Fay. Nama, dimana mereka bekerja dan kenapa mereka lebih sering makan di tempat ini. dari pertemuan rutin saat jam makan siang, mereka mulai membuat suatu janji, janji untuk kembali bertemu saat makan malam. Fay mengenakan baju terindahnya, entahlah ia juga tidak mengerti dengan dirinya. Abi, pria ini tidak bisa lepas dari perhatiannya. Undangan makan malam, disambutnya dengan senang hati. Karena itu berarti mereka akan bertemu lagi.
            Malam itu di Pirates Bay. Segala sesuatunya tampak memukau, Abi dengan setelan jas warna hitamnya. Makanan-makanan yang di sajikan; Grilled squid yang ternyata jadi favorit mereka berdua. Malam itu juga, untuk pertama kalinya Fay dilamar seorang pria. Malam itu juga, Fay menerima lamaran dari seorang pria yang baru ia kenal satu minggu. Cinta pada pandangan pertama? Mungkin. Takdir? Bisa jadi. Fay menginginkan pertemuan selanjutnya dan selanjutnya. Dengan menerima lamaran itu, bukankah mereka akan bertemu setiap hari? Di meja makan di rumah mereka kelak? Di ruang keluarga saat menonton film kesukaan mereka? Di tempat tidur saat keduanya lelap hingga pagi? Jadi, tidak ada alasan untuk menolaknya bukan?
            “Kita menikah di sini, ya?” ujar Abi, tanpa melepaskan genggaman tangannya.
“.......” Menikah. Tunggu. Bagaimana Fay mengabari orangtuanya? Apa yang harus dikatakannya? Sementara, Fay sebenarnya sudah setuju akan menikah dengan pria yang sudah dipilih ayah-ibunya. Mana mungkin dia membatalkannya begitu saja, “Bi, aku..”
“Fay? Apa ada sesuatu? Coba katakan, aku mau tau semua hal yang jadi pikiranmu? Aku mau tau semua hal tentang kamu, Fay.” Wanita mana yang tidak luluh dengan tatapan sepasang mata itu. tembok pembatas itu dirobohkan Fay sendiri, ia ceritakan seluruhnya pada Abi. Mulai dari alasan keberadaannya di Bali, masalah pertunangan dan pernikahan yang tidak ia inginkan. Abi mendengarkan dengan penuh perhatian, sambil sesekali ia remas tangan Fay seakan menguatkan wanita itu.
            “Kalau aku memilihmu, aku mungkin akan kehilangan tempatku di rumah.” Bisik Fay. Dia menelan ludah sambil mengalihkan pandangannya ke lautan yang telah gelap, di langit bintang bertaburan mengingatkan kebesaranNya menebar keindahan di kegelapan malam. Suara deburan ombak dan musik akustik yang samar mengiringi cerita Fay. “Tapi, kalau aku tidak memilihmu. Aku akan kehilangan kebahagiaanku. Aku akan... menyesal.. itu pasti.”
            “Fay, aku tidak sesempurna yang kau bayangkan. Aku sudah menceritakan hampir semua cerita kehidupanku. Termasuk masalahku dengan dia. Saat kamu tetap mau ada di sini dan memilihku. Aku, pasti tak akan pernah membuatmu sempat bersedih.” Ucapnya dengan nada halus. Abi sudah berjongkok di samping Fay, menggenggam erat tangannya, “kita bisa mulai semuanya dari awal. Menikahlah, denganku.”
            Anggukan yakin dari Fay segera membuat hati keduanya buncah oleh bahagia yang memabukkan. Akhirnya, Fay merasa bisa lepas dari beban tak terlihat yang selama ini menggunung di pundaknya. Ini harusnya keputusan paling tepat untuk mereka berdua. Kebahagiaan akan mereka ciptakan berdua.
***
            Pernikahan itu, bukan seperti impian Fay selama ini. Bukan pernikahan yang dihadiri ratusan undangan yang ikut bahagia dan mendoakan kebahagiaan pasangan pengantinnya, bahkan tidak ada sepuluh orang yang hadir. Tak ada orangtuanya, tak ada sahabat-sahabatnya. Tapi, yang cukup membuatnya terhibur adalah di tepi pantai inilah mereka mengikat janji untuk bahagia selamanya. Dengan Abi. Karena di tempat ini mereka pertama kali saling berpandangan, mengangkat gelas dan kemudian mereka memangkas jarak menjadi dekat dan akhirnya saling berjanji untuk berbahagia bersama.
            Pernahkah kalian mendengar jika kebahagiaan tak pernah abadi? Fay pernah mendengarnya dan percaya pada akan hal itu. Seperti malam ini. Telepon dari seorang wanita yang mengaku bernama Dilla, Istri Abi. Wanita itu bertanya apa Abi ada? Bisakah menyampaikan pada Abi kalau Chacha mencari Papanya. Fay tentu menjelaskan statusnya saat ini. dan, ia baru tahu kalau Abi dan Dilla belum berpisah secara resmi. Itu membuatnya marah besar.
            Abi menjelaskan dan menjelaskan pada Fay. Ia bilang kalau masalahnya dan Dilla sangat complicated. Abi pun berjanji, akan menyelesaikan segala masalah yang tersisa antara dia dan Dilla. Malam itu, Abi meminta izin untuk pulang ke surabaya. Dengan setengah hati dan bercampur marah, Fay mengangguk, mengiyakan permintaan itu. meskipun ada kemungkinan pria itu takkan pernah kembali kemari.
            Dan ketakutan Fay terjadi. Hari dan hari terus berganti tak pernah bisa membohongi segala perasaan yang menjadi sumber ketakutan Fay. Abi tak pernah muncul dalam hidupnya, meskipun itu hanya berbentuk teks pendek atau suara. Dan Fay, semakin terbiasa dengan perasaan hampa yang menganga dalam hatinya. Hari sudah berganti, bulan pun demikian. Tidak hanya sekali atau dua kali ia berusaha menghubungi Abi. Tapi tidak membuahkan hasil. Sampai, suatu hari sang sahabat yang sudah jadi teman berbagi ceritanya berkata, kalau Fay tidak perlu terlalu terfokus pada kehilangan, cobalah melihat kebahagiaan apa yang bisa kau dapat saat kau merasa kehilangan, terpuruk, terluka atau merasa sakit yang teramat. Itu sebenarnya kebahagiaan. Karena tak ada bahagia yang abadi.
            Dengan bekal nasihat itu, sampai saat ini Fay masih bisa tersenyum lebar berusaha mengabaikan hatinya yang sudah layu karena ditinggal Abi. Pekerjaan menjadi salah satu tempat larinya, sampai larut malam ia masih berkutat dengan file ini dan file itu.
            Seperti malam ini. ia duduk dengan wajah serius memandang layar monitor notebook-nya. Sesekali mendongak kearah laut yang diselimuti kegelapan dan hanya debur ombak yang  terdengar berirama baginya.
            Seharusnya, Fay menghindari datang ke tempat ini. tempat kali pertama ia dan Abi bertemu. tapi coba lihat, ia masih tetap datang. Apa yang ia harapkan? Abi akan berjalan kearahnya dan tersenyum, kemudian duduk di sampingnya untuk membicarakan laut yang ia lihat bersama beberapa saat yang lalu? Tidak. Itu hanya impian kosong Fay.
            “Tante Fay.” Seru sebuah suara, seorang anak kecil. Fay mencari-cari si anak kecil yang memanggil namanya. Siapa? Anak kenalannya? gadis yang mungkin berumur tujuh tahun lebih berlari riang kearahnya. Tentu Fay bingung, karena tidak pernah dia melihat anak ini. apalagi tanpa permisi anak kecil berkepang dua ini memeluknya, seakan memeluk seseorang yang sudah akrab dengannya, “Akhirnya bisa ketemu. Bener kata Papa, Tante pasti ada di sini.”
            “Papa?” Fay jelas kebingungan, meski ia tetap membalas pelukan gadis kecil itu. kemudian saat gadis itu melepas pelukannya, ia bisa melihat wajahnya lebih jelas. Dia punya mata yang sama seperti Abi. Senyumnya, alisnya, hidungnya.
“Chacha?” gumam Fay ragu. Mana mungkin, kenapa anak ini bisa tau tentangnya dan siapa yang membawanya ke tempat ini.
“Ah, tante tau aku? Papa pernah cerita soal aku?” tanyanya masih dengan senyum Abi.
“Papa?”
“Papaku, Papa Abi. Dia masih...”
“Chacha, jangan lari nanti kalau jatuh, kamu bisa...” seorang pria berjalan cepat sambil menenteng tas berwarna pink bergambar barbie. Pria itu berkacamata, pasti bukan Abi. Tapi itu Abi. Abinya Fay.
Tanpa bersuara, Abi mendekat ke meja tempat Fay dan Chacha berada. kemudian dia meletakkan tas milik Chacha di meja sebelum ia duduk di depan Fay.
“Lama tidak melihat kerutan ini,” ia tersenyum saat menyentuh lipatan diantara alis Fay.     
            “Aku pikir kamu nggak akan kembali.” Kata Fay setengah berbisik. “seharusnya, kamu nggak perlu kembali.”
            “Iya, seharusnya. Tapi, Chacha ingin bertemu denganmu. Aku juga. Aku.. rindu..” ia menatap lurus wanita di depannya yang sudah meneteskan airmata. “Aku nggak pantes bilang rindu sebenarnya, setelah aku pergi..”
“Mana istrimu?” tanya Fay seraya menghapus air mata di pipinya. Ia berusaha mencari sosok wanita di dekat mereka, “nggak ikut?”
“Dilla di Jakarta ikut suaminya.” Jawab Abi singkat tanpa mengalihkan tatapannya dari wajah Fay. “Kamu sepertinya kelelahan.”
“Kamu pindah Jakarta? Nggak di Surabaya lagi?” tanya Fay lagi tanpa menggubris ucapan Abi barusan.
“Aku tetap di Surabaya sama Chacha,” jawab Abi lagi.
“Maksudnya?”
“Dilla sudah menikah lagi. Kami sudah resmi berpisah, hak asuh Chacha ada padaku sekarang. Maaf, aku tidak pernah bilang ke kamu. Aku takut, kamu nggak bisa menerima Chacha. Makanya aku tetap berada di Surabaya, sampai aku siap ketemu kamu.” jelas Abi.
“Ta-tapi, kamu nggak bisa dihubungi dan kamu juga nggak pernah menghubungiku. Aku pikir kita sudah berakhir. karena kamu dan Dilla kembali bersama. Lima tahun bukan waktu yang sebentar, Bi. Aku hampir mati di sini nunggu kamu.” suara Fay sedikit naik, tapi ia berusaha mengontrol emosinya karena tau di sini ada Chacha yang nggak seharusnya mendengar pertengkaran mereka.
            “Aku tau. Aku juga hampir mati karena menahan diri untuk tidak terbang kemari. Tapi Chacha butuh perhatianku, Fay. Dia.. hidupku..” jelas pria itu.
“Aku?”
“Kamu? Kamu separuh jiwaku. Gombal, ya? Fay, ikut denganku. Kita tinggal di surabaya. Aku ingin kita tinggal bersama lagi. Chacha juga sangat merindukanmu. Dia ingin jalan-jalan denganmu, dia bilang ingin belajar bikin cake darimu.” Pinta Abi sambil menggenggam tangan Fay. Tanpa mereka duga, dua tangan mungil Chacha juga ikut menggenggam tangan Fay dan Abi. Gadis kecil berumur tujuh tahun itu tersenyum ceria.
“Nanti Chacha panggil tante ‘bunda’ aja, ya.” Bisik Fay sambil tersenyum jahil pada Chacha. Dan anak kecil itu pun bersorak bahagia.
Kebahagiaan memang bukan hal yang abadi. Tapi, itu bukan berarti kita menutup kesempatan pada bahagia untuk masuk dalam kehidupan kita bukan? Meski sebelumnya ada luka, benci, dusta dan rasa sakit. Fay akan menerima kebahagiaan-kebahagiaan yang diberikan padanya. Salah satunya melalui kembalinya Abi dan putri kecilnya ini. 


Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happiness: Share your happiness with The Bay Bali & Get discovered!



Senin, 10 Februari 2014

[Book Review] Goodnight Tweetheart - Teresa Medeiros



‘Kisah cinta dalam kotak seratus empat puluh karakter.’  





JUDUL : GOODNIGHT TWEETHEART
PENGARANG : TERESA MEDEIROS
PENERBIT : GRAMEDIA
TAHUN : 2011

Aku tau novel ini udah satu tahunan yang lalu atau mungkin lebih. Dari tiara, kami sempet ngobrolin buku ini.
And, i got this novel. Haa! Dapetnya dari pesta buku yang diadain gramedia kediri di GNI. Well, aku dateng pas hari pertama pameran dan yep, dilema nggak ketulungan liat buku-buku itu. Pengeeen banget bawa mereka semua pulang. Tapi aku nggak mau menyandang gelar ‘labil ekonomi’ di awal bulan. NO WAY.
Dan aku memutuskan membawa pulang tiga buku, setelah yah, menimbang ini dan itu.
1.       The Five Peoples You Meet in Heaven (Meniti Bianglala) – Mitch Albom *Yeaahh, akhirnya dapat*
2.       Kaas – Willem Elsschot
3.       Goodnight Tweetheart – Teresa Medeiros
Goodnight Tweetheart lah yang mau aku bahas kali ini. mungkin kalian sering baca novel dengan tema ‘cinta berawal dari dunia maya’. Tapi serius, ini agak beda dan aku suka.
Mari kita kenalan sama pemeran utamanya, Abigail Donovan. Kita panggil saja dia Abby, terdengar lebih akrab, kan? J
Dia seorang penulis dengan buku pertamanya yang jadi bestseller. Sekarang? Empat tahun setelahnya Abby mengalami. Kalau aku boleh menyebutnya sebagai ‘writer’s block’?
Perusahaan publisisnya memberi usul ke Abby untuk memiliki akun di sosial media. Karena mereka ingin menampilkan ‘Abby’ dan ingin Abby menjaga hubungannya dengan para pembacanya. Meskipun Abby tidak sedang menulis karya selanjutnya saat ini. bahkan mereka sudah membuatkan akun Twitter untuk Abby.
Dan, ada follower yang me-mention Abby. Dengan pertanyaan pertamanya adalah.... “Kau perawan?”
Pria itu adalah MarkBaynard. Mark mengaku kalau dia adalah seorang dosen yang sedang mengambil cuti dan sedang berkeliling eropa. Abby dan Mark cocok karena mereka suka menonton acara televisi, keduanya saling bercerita tentang kehidupan masing-masing. Abby dengan ibunya yang sakit demensia. Dan Mark bercerita tentang putranya juga tentang status pernikahannya, ia bercerai.
Ritual yang mereka lakukan di awal chat tiap harinya adalah, bertanya pakaian apa yang masing-masing kenakan. Kemudian mereka menutup chat dengan mengucapkan goodnight tweetheart.
Tapi, ketika Abby menawarkan memberi Mark nomor teleponnya. Mark menghindar. Abby sangat shock ketika Mark mengiriminya foto berisi pemandangan kamar rumah sakit. Juga pengakuan Mark yang ternyata selama ini tidak pernah pergi kemanapun. Tidak ada italia, perancis. Jadi, foto-foto pemandangan yang selama ini Mark kirim cuma bohong. Ia mengunduhnya di google.
Mark, memutuskan mengatakan kenyataan itu karena sebentar lagi dia akan operasi. Tentu ini kenyataan yang tidak mudah untuk diterima Abby. Ia sempat vakum chat dengan Mark. Sampai ia memutuskan mencari Mark berada. dengan bantuan GPS.

Saat baca novel ini, kalian pasti ngerasa lagi baca chattingannya temen atau mungkin milikmu sendiri. Bahasanya enak, humornya renyah. Yah, meskipun endingnya kurang sip. Well, mereka pasti berbahagia saat ini *I hope*
Novel ini jadi salah satu penyemangatku juga ketika mengalami writer’s block. Secara, Abby kan penulis one-hit-wonder yang berhasil melewati badai cobaan. *apaan coba?*
Aku kasih tiga bintang dari lima bintang di goodreads. J

Minggu, 09 Februari 2014

[Book Review] The Chronicles of Audy : 4R - ORIZUKA



Waiii,,, selamat berhari minggu!!

Mungkin udah saatnya aku mulai lagi (halah). Itu, nge-review buku yang udah desek-desekan di lemari. Akhir-akhir ini aku emang agak hilang kendali dalam hal ‘beli buku’. :D 

Aku mau bahas novel karya pengarang yang masuk jadi salah satu favoritku. Meskipun dia sempet bikin aku kecewa baca buku dia sebelum buku ini. 

Ok. Mulai bingung kan?
*Ehem* THE CHRONICLE OF AUDY #4R *YAAAAAYYYYY*

 JUDUL : THE CHRONICLE OF AUDY : 4R
PENGARANG : ORIZUKA
PENERBIT : PENERBIT HARU
TAHUN : 2013
HARGA : Rp. 53.000,-

Udah baca? Atau mungkin pernah tau judulnya tapi belum sempet beli dan baca? Gih, buruan ke toko buku. Beli. Trus baca, deh. Pasti, aku jamin kalian nggak akan nyesel bacanya. Serius.
Pertama kali aku kenal Orizuka, pas baca Series High School Paradise. Itu lho, si cowok-cowok SMA Athens yang cool itu*lirik Lando. Selain itu baca, The Truth about forever, fate dan terakhir baca I FOR YOU. Jujur, aku kecewa baca novel I FOR YOU. Nggak tau kenapa, kesannya nggak kayak Orizuka. Aku nggak suka ceritanya. That’s it

Dan minggu kemarin aku ke gramedia kediri. Buat cari novel Robin Wijaya, sebenernya. Tapi malah bawa pulang Promises, Promises – Dahlian (Aku bakal review buku ini, tapi nanti.) dan yeah, The Chronicle of Audy #4R (setelah dilema sama buku terbarunya Orizuka ‘Meet The Sennas’) .

Aku bakal memperingatkan kalian, setelah baca novel ini. kalian pasti langsung jadi ‘fangirl’.
Hidup Audy Nagisa, mahasiswa jurusan Hubungan Internasional. Berubah seratus delapan puluh. Atau mungkin tigaratus enampuluh derajat setelah IP indah yang dia dapat semester ini (She’s got 3,7).
Orangtuanya kesulitan ekonomi, setelah coba-coba ikutan investasi. Yang berakhir dengan penipuan. Bahkan, Ibunya melarang Audy pulang di liburan semester kali ini. nah lo?!

            Masih dua masalah lagi. Skripsi. Audy harus segera membuat skripsi. Untuk segera lulus dan bekerja. Masalah lainnya adalah ibu kos. Lebih tepatnya, uang sewa kos yang udah nunggak beberapa bulan. terpaksa si Audy harus kucing-kucingan sama Bu Emi. 

            Dan cerita yang sebenarnya baru dimulai ketika Ibu Audy menelepon kalau uang kuliahnya habis karena ketipu ikutan kepakai buat investasi di perkebunan jagung. Jelas Audy ngamuk.
            Sampai akhirnya dia melamar pekerjaan yang ada di koran. Babbysitter. Menurutnya jadi babysitter nggak akan sulit. Karena cuma ganti popok dan bla bla bla. Tapi siapa sangka dia akan masuk ke perangkap empat bersaudara itu. :D REGAN, ROMEO, REX dan RAFAEL.

            Audy ternyata juga harus membersihkan seluruh rumah yang mirip tempat pembuangan akhir daripada sebuah rumah. Apalagi dengan empat cowok beda karakter yang bikin Audy kelabakan sendiri.

Regan, si ganteng yang ternyata adalah cowok kejam dengan surat perjanjiannya dan membuat Audy khawatir kalau dia akan dijebloskan ke penjara hanya karena telat membukakan pintu (itu seandainya Audy jadi istri Regan).
Romeo, si pemalas. Mandi cuma seminggu sekali. Jarang keluar kamar apalagi rumah. Audy dilarang keras masuk ke kamarnya yang ternyata penuh dengan perangkat komputer. Dia bekerja sebagai hacker dan dia seorang gamer. Mungkin yang dia tau Cuma cara nge-hack akun sosial media orang lain dan wallpaper sexy megan fox. Dia juga turut andil dalam mendoktrin Rafael membaca majalah Playboy. :D

Rex, si robot korslet. Itu julukan Audy untuknya. Menderita Asma, karena itu kamarnya paling bersih dibandingkan seluruh ruangan yang ada di rumah itu. Sinis. Genius. Misterius. Dan yeah, karakter Rex udah berhasil membuatku memutuskan untuk gabung jadi Fans-nya. :D I love him just the way he is. Meski Audy bilang kalau Rex mungkin nggak pernah jatuh cinta, kecuali sama rumus logaritma. :D

Rafael, balita 4,5 tahun yang istimewa. Istimewa di sini kalau di deskripsikan dengan membawa senjata laras panjang mainan dan meneriakkan ‘Teroris’ pada orang yang akan jadi babysitter-nya. Lebih mengenal majalah playboy daripada majalah bobo dan bisa menjawab dengan fasih apa kepanjangan dari UNICEF. Berarti dia istimewa. Rafael sebenarnya anak polos yang manis, tapi karena pengaruh kakak-kakaknya (terutama Romeo) dia jadi dewasa sebelum waktunya. 

Empat bersaudara itu hidup tanpa orangtua setelah mereka meninggal dalam kecelakaan yang membuat tunangan Regan koma sampai saat ini.
Kedatangan Audy, membuat mereka yang dulu jarang kumpul bersama untuk makan. Jadi sering berinteraksi dan lebih mendekatakan mereka.
Sampai Audy pun naksir Regan. Rex yang tau hal itu memperingatkan Audy untuk berhenti suka sama Regan dan setelah Romeo mengajaknya menemui tunangan Regan, Audy jadi paham atas peringatan Rex. 

Audy dan Regan sempat agak canggung. Tapi semua berjalan lancar setelahnya. Oh ya, masih ada satu lagi. Rafael harus masuk TK. Iya, si bocah sok dewasa itu harus sekolah. Meskipun awalnya dia menolak dengan alasan, semua yang ada di sana masih anak-anak. Hey, how old are you, Rafael?? Regan memberi pengertian pada Rafael yang bisa diterima anak kecil itu.
Sebenarnya ada satu kejadian lagi. Tapi kan nggak seru kalau aku kasih tau *smirk*

Nah, apa ceritaku barusan udah cukup bikin kalian lari ke toko buku? Atau seenggaknya pinjem temen? I promise you, you’ll enjoy this book.
Ending buku ini agak gantung emang. Masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Juga tentang keempat karakter ini yang masih agak kurang (banget) jelas.
Tapi tenang, buku ini bakalan ada lanjutannya kok. Coba deh buka lagi halaman depan. Karena di bawah judul bukunya ada tulisan ‘book 1’. *joged gak jelas* Aku gak sabar nunggu lanjutannya. Terlebih penasaran banget sama Rex. :D
Kesan setelah baca buku ini :
Akhirnya, Orizuka kembali. :D Ini baru Orizuka. Dia jago bikin karakter cowok yang keren. dan sense of humor-nya itu tetep ok. Kalian pasti ketawa atau mungkin ngakak baca ini. konfliknya juga masuk akal dan setting cerita-nya bisa diterima. Tau, kan? Kebanyakan novel-novel ‘hari ini’ lebih mengutamakan atau banyak banget yang pakai bahasa asing betebaran di sepanjang ratusan halaman itu. Terus, dia orang kaya, dia pergi beli baju branded, dia pergi keluar negeri. Halah, ngomog apaan coba.
Tapi serius, baca ini jadi semacam penyegaran. Aku suka. I heart this novel. J aku kasih empat bintang dari lima bintang di Goodreads dan aku nggak menyesal.